Pada hari Jum’at, tanggal 20 Januari 2017 lalu, Blogger Eksis menghadiri Malam Anugerah Festival Film Pendek Indonesia (FFPI) 2016 di Bentara Budaya, Jakarta Barat. Dengan tema humanisme, seluruh peserta sudah mencapai babak final dengan karya film pendek masing-masing. Tema humanisme dipilih karena selama ini banyak orang yang mengetahui tentang arti dari humanisme tersebut, namun sulit divisualkan secara konkret. Dari semua karya yang masuk, semua sineas muda Indonesia pun berupaya menciptakan film yang menonjolkan kualitas dengan muatan kearifan lokal daerah masing-masing.
Kompas TV menjadi pihak yang
konsisten untuk memberi apresiasi terhadap karya kreatif melalui
penyelenggaraan kompetisi film pendek ini. Semangat pelajar dan mahasiswa yang menggebu
terhadap event tahunan ini membuat kegiatan telah diselenggarakan untuk ketiga
kalinya. Antusiasme para pelajar dan mahasiswa pun semakin tinggi untuk tahun
ini. Perkembangan komunitas film diberbagai daerah melatarbelakangi Kompas TV
yang menjadi bagian dari keluarga Kompas Gramedia Group untuk memberi ruang
pergerakan karya di daerah dalam festival bertaraf nasional ini.
Selama masa pendaftaran kompetisi,
Kompas TV juga telah mengadakan workshop
film pendek di 10 kota pada tanggal 17 Mei – 28 Oktober 2016. Kota tempat
diselenggarakan workshop film yaitu Medan, Palembang, Lampung, Jakarta,
Tangerang, Pekalongan, Yogyakarta, Denpasar, Banjarmasin, dan Gorontalo.
Setelah itu proses seleksi pun berlangsung ketat hingga tersisa 10 besar film pendek
dari 276 film yang masuk untuk kategori pelajar dan mahasiswa. Selanjutnya,
film pendek tersebut dipilih lagi menjadi lima besar untuk kategori pelajar dan
mahasiswa masing-masing. Jenis film yang dilombakan tidak
terbatas. Ada film fiksi, dokumenter, sampai animasi. Seluruh peserta bebas
eksplorasi.
Ifa Isfansyah selaku dewan juri sedang menjawab pertanyaan dari penonton |
Dewan juri kompetisi ini terdiri
dari Ifa Isfansyah yang telah menghasilkan film layar lebar seperti "Sang
Penari", "Garuda Di Dadaku", dan "Pendekar Tongkas
Emas". Ada Makbul Mubarak, seorang akademisi, kritikus film, dan pembuat film yang mana karya
film pendek “Sugih” meraih Film Pendek Terbaik di XXI Short Film Festival 2016.
Ada Frans Sartono yang merupakan wartawan senior Harian Kompas dan General
Manager Bentara Budaya. Terakhir, ada Deddy Risnanto yang merupakan perwakilan
dari Kompas TV. Dewan juri melakukan penilaian tidak hanya
diukur secara teknis, diprioritaskan juga yang paling unggul dari sisi tema
humanisme.
Setelah
menonton semua tayangan karya finalis, aku pun sudah memiliki jagoan dan
tebakan ku pun begitu tepat. Dalam
sinematografi, unsur visual merupakan “alat” utama dalam berkomunikasi. Maka
secara konkrit bahasa yang digunakan dalam sinematografi itu suatu rangkaian
beruntun dari gambar bergerak yang dalam pembuatannya memperhatikan ketajaman
gambar, corak penggambarannya, memperhatikan seberapa lama gambar itu
ditampilkan, iramanya dan masih banyak lagi unsur pendukung didalamnya. Semua
itu menjadi kesatuan alat komunikasi non verbal. Berikut ulasan
untuk karya para juara :
Kategori
Mahasiswa:
Juara
1 Film I Love Me karya Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
Film ini mencoba membidik apa yang
terjadi dari penggunaan media sosial di kalangan generasi milenial. Film pendek
bercerita tentang seorang remaja putri yang memanfaatkan media sosial yang
dimilikinya untuk eksistensi pribadi. Smartphone
dengan media sosial seolah menjadi kebutuhan generasi terkini kemanapun mereka
pergi. Mereka selalu membutuhkan jaringan internet dan charger dimanapun mereka
berada. Semua hal unik yang ditemui di jalan, mereka coba sampaikan melalui
foto yang diunggah via media sosial instagram. Namun, pola kehidupan seperti
itu membuat remaja ini seakan asyik dengan hidupnya sendiri tanpa peduli dengan
lingkungan sekitar. Suatu ketika, ia melihat ada seorang pengamen jalan yang
sedang menjalani kehidupan kerasnya di ibukota. Ia pun tersentuh dan mulai
menyebarkan hal-hal bermanfaat kepada masyarakat melalui media sosial. Media
sosial yang dimilikinya pun berubah fungsi dari berbagi hal-hal yang bersifat
pribadi menjadi media yang menyampaikan hal-hal yang lebih manusiawi.
Film ini layak menang karena sudah memenuhi unsur continuity yang begitu lengkap untuk
sebuah karya film pendek. Sebuah
film harus menampilkan urutan gambar yang berkesinambungan, lancar, mengalir
secara logis. Inilah aspek kontinuitas dalam sebuah film. Film yang merupakan
sebuah rekaman kenyataan atau sebuah fiksi, harus memberikan kepada penonton
sebuah realitas kehidupan yang nyata. Sekalipun film I Love Me tergolong fiksi,
film ini mampu ditampilkan seolah-olah suatu dunia yang nyata, sebuah
reproduksi kehidupan yang sesungguhnya. Aku dan penonton lain pun sempat
berkata saat menonton film ini ”kok kaya
kisah gue yaa! Haha”. Bisa dikatakan film sebagai suatu dunia yang pura-pura
harus tetap meyakinkan. Ini semua bisa terjadi jika ada kesinambungan, ada
logika yang bisa diterima oleh penonton agar terjaga dengan baik.
Juara
2 Film Different karya Universitas Bina Nusantara (BiNus)
Ada karya yang paling beda dan lolos
hingga sampai tahap final. Karya film Different yang dibuat dengan jenis film
animasi melalui simbol-simbol humanis tersendiri. Dalam film pendek ini, adegan
diawali seorang lelaki berpakaian compang camping dan seorang wanita bergaya
mentereng. Mereka pun terlibat cerita sederhana dengan bumbu asmara yang
disekat atas status sosial masing-masing. Seorang lelaki dari kalangan apa
adanya mencari perhatian terhadap seorang wanita kaya.
Jalan raya itu pun menjadi saksi bisu
mereka bertemu dalam jurang pemisah yang beda. Semua diungkap sineas dengan
penggunaan mobil-mobil yang lalu lalang di jalanan sebagai simbol penghalang.
Walaupun batasan itu hanyalah ilusi karena setiap manusia dengan status sosial
manapun berhak bahagia dan membahagiakan. Simbol kemanusiaan pun terungkap dalam
cara berpikir seseorang di film ini.
Juara
3 Film Merenguk Asa di Teluk Jakarta karya Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
Film ini bercerita tentang kisah
para manusia perahu yang berada di kawasan Kali Adem. Manusia ini tumbuh dan terpaksa
menjalani hidupnya di atas perahu sambil mencari ikan. Mereka terlahir karena
dibesarkan dalam ruang lingkup keluarga nelayan sehingga tertanam dalam benak
mereka untuk tetap menjadi seorang nelayan. Penghasilan mereka tak menentu.
Sementara itu, laut semakin tercemar oleh limbah dan sampah sehingga ikan pun
susut. Kehidupan para manusia perahu sangat menyentuh karena tidak bisa
memiliki tempat tinggal di Jakarta apalagi mendapat bantuan. Mereka terbiasa
menaruh harapan hidup dengan mencari ikan di Teluk Jakarta. Meskipun mereka
tidak memiliki KTP DKI Jakarta.
Para pemenang dari kategori mahasiswa memegang mock up hadiah dari Kompas TV |
Finalis
dari kategori pelajar didominasi karya film dari luar daerah dan ini bisa
dibilang membanggakan hasilnya. Berikut ulasan para pemenangnya.
Juara
1 Film Izinkan Saya Menikahinya karya SMA Rembang Purbalingga.
Film pendek yang bercerita tentang
pasangan yang berniat menikah namun terhalang hanya karena suatu kisah. Ini
memang film dengan kejadian nyata yang dikemas apik ke dalam suatu visual drama
percintaan.
Salah satu dialog dalam film ini
langsung menusuk sanubari penonton: “Mengapa
kamu mengingkari kepercayaanku, Mas? Mengapa? Sekarang kamu sudah jadi tentara,
gagah. Berani mati membela negara, tapi kenyataannya tidak berani mati membela
janjimu sendiri,” kata Suryati kepada Suyono dalam suatu adegan film. Dialog
yang diungkap dengan bahasa daerah, yang dikenal dengan sebutan ngapak begitu mencuri
pusat perhatian penonton yang menyaksikan. Penggunaan bahasa daerah menambah
penilaian film ini karena mengalir begitu alami.
Kandas kisah cinta pasangan yang merajutnya
sejak bangku sekolah hingga menempuh hubungan Purbalingga-Semarang semakin membuat
penonton penasaran. Status Suryati sebagai cucu dari eks tahanan politik
terbukti menghancurkan pernikahan yang persiapannya telah dilakukan dengan
matang. Semua prosesi sakral tersebut tidak dapat dilanjutkan karena Suyono tidak
mendapat izin menikah dari komandannya. Suyono, seorang prajurit Tentara
Nasional Indonesia (TNI) tentu tidak bisa menikah dengan Suryati, yang keturunan
seorang anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Konflik ini yang dialami Suryati,
seorang perempuan yang merasakan bahwa kekasihnya tak mampu menunaikan janji
untuk menikahinya. Film pendek ini ternyata diadaptasi dari kisah nyata salah
satu korban peristiwa PKI tahun 1965. Sinematografi pun begitu apik dijalin
sehingga menjadi runtutan pesan yang mudah dicerna.
Juara
2 Film Mata Hati Djoyokardi karya SMA Khadijah Surabaya.
Congrats yaa, filmnya
menyentuh hati.
Film pendek ini bercerita tentang kisah seorang kakek tua yang bekerja
serabutan dan rela mengasuh Indah, anak berusia 12 tahun yang yatim piatu dan mengalami
keterbelakangan mental. Melalui film pendek ini, pesan yang disampaikan begitu
kuat tentang nilai kemanusiaan yang dimunculkan bahwa untuk menolong sesama dapat
dilakukan dengan kondisi ekonomi terbatas.
Juara
3 Film Terminal karya SMK Negeri 2 Kuripan, Nusa Tenggara Barat.
Selamat ya! filmnya humanis abis mengajarkan nilai-nilai kejujuran yang tetap dipegang seorang anak jalanan yang
hidup di Terminal Mandalika. Terminal menjadi tempat yang terdiri dari beragam
karakter manusia didalamnya. Ada baik, buruk, sombong, dermawan, dan semua
tingkah laku manusia di dalam terminal. Awal cerita tampak seorang penumpang
terburu-buru masuk ke dalam terminal tanpa melihat kondisi terminal di sekitar
hingga hampir menendang sebuah makanan yang hendak dimakan seorang anak
jalanan. Penumpang tersebut begitu cepat berlalu dan tas yang dibawanya pun
tertinggal di sebuah tempat duduk di terminal itu. Dengan tatapan cepat, dua
orang anak jalanan yang berbeda karakter melihat keberadaan tas itu. Mereka
langsung berlari dan mengambil tas itu. Seorang anak jalanan berniat
mengembalikan tas itu kepada pemiliknya, sementara anak jalanan lain justru mau
mengambil tas itu untuknya. Hingga akhinya, niat baik selalu berhasil dan tas
itu dikembalikan kepada pemiliknya. Unsur humanis yang bisa diambil yaitu di dalam kehidupan dunia yang keras, rasa
kemanusiaan untuk menolong, kejujuran, dan saling berbagi selalu ada pada
anak-anak jalanan.
Unsur-unsur film pendek seperti, kualitas cerita,
editing, illustrasi musik, efek suara, dialog dan permainan pemeran yang prima sudah
memperkuat nilai humanisme film-film pendek di atas secara keseluruhan. Semoga saja dengan karya-karya
mereka yang telah berhasil mengungkap sisi humanisme dalam setiap kehidupan
bisa membangkitkan kepedulian kita akan sekitar. Besar harapan aku, industri
perfilman Indonesia juga semakin berjaya dengan peran sineas muda yang kreatif
melihat segala hal dalam berbagai sudut pandang dan diungkap secara visual.
(Tulisan ini awalnya akan diikutsertakan dalam Kompasiana Review. Hanya saja sudah melewati deadline. Akhirnya, saya tuliskan untuk posting di personal blog saya. Semoga Bermanfaat!)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar