Satu lagi buku
laris karangan Asma Nadia divisualisasikan menjadi sebuah film bertajuk Jilbab Traveler Love Sparks in Korea.
Jika film sebelumnya, 'Pesantren Impian' bergenre thriller, 'Jilbab Traveler' memiliki genre yang mirip dengan
'Assalamualaikum Beijing', yaitu drama percintaan. Tentu dalam setiap karya
Asma Nadia, pasti diberikan sentuhan religi. Bila film-film sebelumnya
berhasil memikat hati penonton, lalu bagaimana dengan film ini?
Menurut Blogger Eksis, opening scene film Indonesia ini keren karena didahului adegan masa kecil yang diiringi narasi dengan quote-quote hebat sang penulis cerita. Sesuai judulnya 'Jilbab Traveler Love Sparks in
Korea', nuansa Korea terasa kental dengan visual effect natural salju dan bunga sakura pada setiap adegan yang
mengambil lokasi syuting sebagian di Korea. Penceritaan film juga terasa
kompleks ala drama korea yang diminati kalangan remaja.
'Jadilah seorang muslim yang menjelajah dunia . .
Penokohan
sosok Jilbab Traveler yang diperankan aktris, Bunga Citra Lestari sebagai Rania dengan mengenakan jilbab dan membawa ransel selayaknya seorang traveler begitu pas. Apalagi didukung aktor pendatang baru seperti Giring dan Morgan
yang berperan begitu enak dengan ekspresi yang buat penonton begitu
nyaman menikmati film hingga akhir cerita. Walau mereka mengawali karier
di dunia entertainment sebagat
musisi, bermain layar lebar ternyata bisa dilakoni dengan pasti.
Performa
terbaik terasa pada akting Giring Ganesha. Dia bisa memerankan tokoh yang diperankan. Padahal karakternya jauh berbeda dengan Giring yang
selama ini kita kenal. Penonton tidak akan melihat Giring sebagai penyanyi,
melainkan Giring yang menjelma menjadi Ilhan. Untuk Morgan Oey, masih terlihat
kurang konsisten dalam pembawaan karakter sepanjang film. Pengucapan dialog masih terlihat dibuat-buat. Kalau mau
dibandingkan, performanya lebih greget saat film Assalamualaikum Beijing.
Sedangkan
Bunga Citra Lestari sebagai pemeran utama, dia berperan baik, walau bukan performa terbaiknya. Poin yang kurang, chemistry antara Morgan dan BCL masih belum terbangun. Semua terasa
hambar tanpa ada rasa sayang yang ditunjukkan antara mereka.
Kehadiran aktor
Ringgo Agus Rahman malah cukup menghibur dalam berperan sebagai sosok yang lucu. Ia sukses buat suasana tegang menjadi lebih mencair dengan tingkah kocak dan
ekspresi yang khas. Performa akting standar mungkin bisa dilihat dari
seorang Indra Bekti, Adila, Dewi Yull, Ferry Maryadi dan pemeran-pemeran lain yang masih kurang natural
dalam berperan. Akting mereka tidak maksimal jika dibanding para aktor dan
aktris yang berperan sebagai orang Korea itu sendiri.
Setiap langit memilih bintangnya, hanya kamu bintangku dan aku jatuh cinta dan itu fakta!
Cerita film tergolong menarik. Ada sedikit hal yang menyentil sisi poligami dalam Islam. Ada sisi travelling yang ditampilkan melalui adegan-adegan indah ke beberapa lokasi wisata yang mempesona.
Ada konflik dari percintaan yang juga dimunculkan pada scene-scene tepat. Hingga beberapa dialog pun keluar dari mulut para
pemain tanpa basa-basi apalagi bertele-tele. Secara keseluruhan cerita, hal ini
menambah rasa penasaran penonton hingga cerita selesai.
Walau demikian, secara umum film Jilbab Traveler Love Sparks in Korea sebenarnya hanya berkutat masalah drama percintaan.
Sedangkan travelling dan jilbab, bisa
dibilang sebatas pelengkap. Film ini serupa dengan kemasan film
'Assalamualaikum Beijing' secara tema, tapi ceritanya memiliki unsur berbeda.
Untuk alur penceritaan, perputaran waktu pada film ini begitu cepat. Mungkin ini
untuk menutupi plot hole yang banyak
ditemui dalam film ini.
Walau penonton penggemar Asma Nadia pasti berusaha untuk memakluminya, bagi mereka film ini punya logika yang
terus berkesinambungan. Padahal film Jilbab Traveler Love Sparks in Korea menghadirkan hal-hal serba kebetulan dan semuanya
terasa mudah. Hubungan sebab-akibat selalu berlaku, tapi film ini cukup
mengabaikannya.
Untuk
eksekusinya, film nasional ini hadirkan dramatisasi. Dengan beberapa
adegan dan dialog yang mendukung karena tidak semuanya kaku. Ada adegan
dan dialog yang cukup aneh untuk dilihat dan didengar, terutama yang
menggunakan bahasa korea. Beberapa produk iklan juga terkesan 'promo' banget, namun
kemunculan produk saat adegan berlangsung sangat terasa halus dikemas.
'Terjebak antara khayal dan fakta,
ku ikuti kata hatiku, aku menjadi traveler'
Guntur
Soeharjanto memang sudah tahu bagaimana cara mengambil gambar yang baik di dalam dan luar
negeri. Ia mampu bekerja sama dengan tim artistik untuk menampilkan sisi Kawah Ijen dan Wisata Baluran, Jawa Timur dengan begitu apik. Pengalamannya menggarap film-film bersetting luar negeri juga membuat Guntur tak terlihat kesulitan menghadirkan
visual yang menakjubkan melalui beautiful shot bersama Enggar Budiono dalam film ini. Untuk shot dari drone meskipun kualitas jauh berbeda
dari shot still camera biasa, namun
tata kamera mampu hasilkan visual yang maksimal. Meskipun, ada juga camera movement yang terasa shaking saat adegan Rania memotret.
Selain itu, unsur penyuntingan gambar menghasilkan transisi agak kasar. Cut to cut atau unsur sinematografi terkesan kurang pada beberapa part adegan. Misal saat adegan Ilhan phobia ketika berada di pesawat.
Selain itu, unsur penyuntingan gambar menghasilkan transisi agak kasar. Cut to cut atau unsur sinematografi terkesan kurang pada beberapa part adegan. Misal saat adegan Ilhan phobia ketika berada di pesawat.
Bagiku, hanya tata
musik yang bisa menjadi departemen terpuji pada film ini. Musik
ilustrasi cocok dalam segala suasana dan kondisi yang ada dalam film. Hal ini tentu
menambah feel penonton dalam
meresapinya. Walau ada beberapa dubbing
dialog yang tidak tersikronisasi dengan baik. Secara umum musik nyaman
didengar. Apalagi soundtrack yang
dinyanyikan BCL - Aku Bisa Apa, gubahan lagu Melly Goeslaw tak pernah
mengecewakan.
Kalau kamu cari film tentang travelling maupun religi, film ini bukan jawabannya. Alasannya, ending dalam film Jilbab Traveler Love Sparks in Korea akan memperlihatkan makna cinta yang sesungguhnya dan ini sungguh luar biasa karena akhir cerita mampu ikuti alur dramatis naik turun meski terkesan berlebihan. So, film ini lebih tepat sebagai kisah drama percintaan dengan background travelling dan religi. Film yang belum mencapai taraf istimewa. Setidaknya, ini salah satu film Indonesia yang baru mencoba cita rasa Korea. Penonton suka?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar